Senin, 18 Mei 2009

Pulsar Tua yang Masih Berpendar

Pulsar terisolasi yang tertua yang pernah terdeksi dalam panjang gelombang sinar-X telah ditemukan oleh observatorium sinar-X Chandra yang dioperasikan oleh NASA. Objek eksotis yang sangat tua ini secara mengejutkan ternyata masih aktif.

Pulsar PSR J0108-1431 (atau disingkat J0108 saja) diketahui berusia sekitar 200 juta tahun. Diantara pulsar yang terisolasi (pulsar yang bukan merupakan bagian dari sistem biner) lainnya, usia pulsar ini lebih dari 10 kali lebih tua daripada pemegang rekor sebelumnya dalam deteksi sinar-X. Dengan jarak 770 tahun cahaya, pulsar ini juga merupakan salahsatu pulsar terdekat yang diketahui.

Pulsar terbentuk bilamana sebuah bintang yang jauh lebih masif daripada Matahari mengalami keruntuhan dalam ledakan supernova, meninggalkan sisa yang kecil namun berinti sangat masif, yang dikenal sebagai bintang neutron. Dalam kelahirannya, bintang neutron ini, yang tersusun atas material terpadat yang dikenal di jagat raya, berputar (berotasi) dengan sangat cepat, hingga ratusan kali putaran setiap detiknya. Seraya berputar, bintang tersebut memancarkan radiasi yang terlihat sebagai denyutan bagi pengamat di tempat yang jauh, analog dengan pancaran sinar dari sebuah mercusuar, yang dikenal dengan sebutan “pulsar”.

Para astronom mengamati perlambatan secara gradual dari rotasi pulsar seraya pulsar tersebut meradiasikan energinya. Observasi radio terhadap J0108 menunjukkan bahwa objek tersebut adalah pulsar tertua dan paling redup yang diketahui, berputar dengan kecepatan sedikit lebih cepat dari satu putaran per detik.

Menyingkap Rahasia Atmosfer Pluto

Pluto, yang yang berukuran sekitar seperlima ukuran Bumi, sebagian besarnya tersusun atas batuan dan es. Terletak sejauh 40 kali rata-rata jarak Bumi ke Matahari, Pluto adalah dunia yang sangat dingin dengan suhu permukaan mencapai -220 derajat Celcius.

Sejak dekade 1980-an telah diketahui bahwa Pluto memiliki atmosfer yang tipis yang didominasi oleh nitrogen dengan jejak metana dan kemungkinan karbon dioksida. Tekanan atmosfernya hanya sekitar seperseratus ribu tekanan atmosfer Bumi, atau sekitar 0.015 milibar.

Sampai baru-baru ini, hanya lapisan atas dari Atmosfer Pluto yang dapat dipelajari. Dengan mengamati okultasi bintang (ESO 21/22), fenomena yang terjadi apabila suatu anggota tata surya menghalangi cahaya sebuah bintang di latar belakang, para astronom berhasil menunjukkan bahwa lapisan atas dari atmosfer dari Pluto adalah berkisar -170 derajat Celcius, atau sekitar 50 derajat lebih hangat daripada suhu di permukaannya. Observasi ini dapat memberikan petunjuk mengenai temperatur dan tekanan atmosferik di dekat permukaan Pluto.

Namun uniknya, observasi terkini menggunakan perangkat CRyogenic InfraRed Echelle Spectrograph (CRIRES) yang terpasang pada Very Large Telescope milik European Space Observatory (ESO) kini telah mengungkapkan bahwa atmosfer Pluto secara keseluruhan, bukan hanya di lapisan atasnya, memiliki suhu rata-rata sekitar -180 derajat Celcius, dan dengan demikian “jauh lebih panas” daripada suhu permukaannya.

Berkebalikan dengan atmosfer Bumi, di Pluto temperatur justeru meningkat sei

Perlawanan dari Bantar Gebang

Deklarasi duet Mega-Prabowo yang digelar pada Minggu, 24 Mei 2009, memang bakal jauh dari kesan bermewah-mewahan. Pasangan yang diusung PDIP-Gerindra itu akan mendeklarasikan diri di 'gunung sampah' Bantar Gebang, yang selama ini identik dengan masyarakat marginal alis kaum yang terpinggirkan.

“Deklarasi Mega Prabowo direncanakan tanggal 24 Mei di Bantar Gebang, Bekasi, dan kemungkinan siang," kata Ketua DPP Bidang Humas Partai Gerindra, Asrian Mirza. Deklarasi itu akan diikuti kader PDIP dan Gerindra, terutama untuk wilayah Jakarta dan Jawa Barat.

“Kenapa kita ingin di sana? Karena di sana sudah jelas. Itu masyarakat kelas bawah. Kita akan melakukan di antara gunungan sampah di sana,” kata Wakil Sekjen DPP PDI Perjuangan Agnita Singedikane. “Ini semua sesuai dengan perjuangan kita yang dekat dengan rakyat kecil dan tidak dengan bermewah-mewahan.”

Menurut fungsionaris Badan Pemenangan Pemilu PDIP, Hasto Kristiyanto, pemilihan lokasi yang terkenal dengan sampahnya itu bukannya tanpa alasan. Deklarasi di Bantar Gebang adalah bentuk konsistensi pada platform ekonomi kerakyatan yang diusung pasangan tersebut.

Meski disana ada lokasi pembuangan sampah, namun dari hal sederhana bisa diangkat. “Bahwa dua pasangan tersebut bercita-cita membangun martabat bangsa,” kata Hasto.

Profesi pemulung jika dikelola dengan ideologi yang jelas, kata dia, akan naik martabatnya. Dari sampah, juga bisa diciptakan banyak lapangan pekerjaan. “Kita bayangkan dalam pemerintahan bisa menghasilkan pengelolaan sampah, pemulung ditempatkan sebagai pihak bermartabat,” katanya.

Mega-Prabowo yang menginginkan perubahan dengan ekonomi kerakyatan diterima dan diyakini oleh publik akan membawa perubahan lebih baik. Dalam pemilihan langsung, faktor figur memegang peran sentral.

Namun, tidak cukup hanya figure. Perlu ada faktor-faktor lain seperti faktor political marketing, pencitraan, mesin politik, modal, dan jaringan. Bila faktor-faktor ini dimiliki oleh para kandidat, peluang menang akan terbuka lebar.

Pemilihan langsung memang tidak seperti hitung-hitungan dalam matematika yang semuanya serba pasti. Dalam hal ini, Marhaenisme Mega-Prabowo akan menjadi garis ideologi untuk menghadapi SBY-Boediono yang mencerminkan kemapanan dua sosok sepuh dalam gelanggang politik nasional itu.

Akankah Mega-Prabowo mampu menumbangkan kekuata politik SBY? Sejarah masih menunggu. [P1]

Sikapi SBY-Boediono, PKS-PAN Retak

Maju-mundurnya PKS dan PAN dalam penentuan koalisi dalam Pemilu Presiden 2009 jelas memberi efek tak kecil bagi kondisi internal dua partai politik Islam ini. Taruhannya pun tak sederhana, soliditas dan masa depan partai terancam.

Kegamangan paling vulgar dipertontonkan PKS dalam merepons capres-cawsapres SBY-Boediono. Kali pertama mendegar nama Boediono muncul sebagai cawapres SBY, reaksi PKS sangat keras. Mulai dari melontarkan tudingan bahwa Boediono tak merepresentasikan kekuatan Islam, hingga persoalan komunikasi politik SBY dengan mitra koalisi soal penunjukan Boediono.

Ancaman mundur dari koalisi Cikeas pun sempat terlontar. Tak sekadar ancaman, petinggi PKS pun melakukan pertemuan dengan sejumlah capres-cawapres pesaing SBY-Boediono. Pasangan JK-Wiranto dan Prabowo-Subianto ditemui elit PKS baik oleh jajaran pengurus partai hingga majelis syura yang menempati posisi terhormat di partai dakwah tersebut.

Namun, pemandangan mengejutkan publik saat deklarasi pasnagan SBY-Boediono di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Bandung, Jumat (15/5) malam. Presiden PKS Tifatul Sembiring tampak hadir di tengah-tengah partai pendukung SBY-Boediono. Kehadiran Tifatul yang mengisyaratkan dukungan PKS ini terjadi setelah diadakan pertemuan antara petinggi PKS dengan SBY di Bandung.

Namun, PKS sepertinya memiliki alasan untuk kembali mendukung SBY dalam Pilres mendatang, setelah mengancam untuk keluar dari koalisi. “Saya melihat Boediono bagus dan kompeten dalam bidang ekonomi. Saya rasa dia bisa membawa kita keluar dari krisis global,” kata Tifatul saat mengantar pendaftaran pasangan SBY-Boediono, Sabtu (16/5), di kantor KPU, Jakarta.

Sebelum kehadiran Presiden PKS, kader dan caleg PKS Deni Danuri justru turut serta dalam pendaftaran pasangan JK-Wiranto di KPU. Deni diikuti oleh kader parpol pendukung SBY-Boediono, seperti fungsionaris PPP Habil Marati dan pengurus PBB Ali Muchtar Ngabalin.

Sikap PAN setali tiga uang. Ketua MPP PAN M Amien Rais yang pada awalnya mengarahkan PAN berkoalisi dan mendukung SBY dengan menyodorkan Hatta Rajasa, namun berbalik arah saat pilihan cawapres SBY jatuh pada figur Boediono.

Dampaknya, Amien yang mulanya mendorong PAN mendukung SBY, kini berbalik arah. Setidaknya kemunculan kader PAN Drajad H Wibowo saat pendaftaran JK-Wiranto di KPU menjadi cukup bukti. “Saya diperintah Pak Amien sekaligus menghadiri undangan,” kata Drajad di KPU, Sabtu.

PAN sepertinya sedang memainkan peran politik dua kaki. Di kubu SBY-Boediono, PAN muncul dengan kehadiran Sekjen DPP PAN Zulkifli Hasan dalam deklsrasi SBY-Boedino maupun saat pendaftaran di KPU serta kabar ditekennya kontrak koalisi PAN-Demokrat, Sabtu (16/5) malam, oleh Ketua Umum DPP PAN Soetrisno Bachir.

Kondisi yang terjadi di tubuh PAN dan PKS dalam pandangan peneliti LP3ES Fajar Nursahid akan berdampak pada dukungan partai yang tak solid kepada pasangan SBY-Boediono. “Tidak ada satu pun partai dukungannya solid, karena kemungkinan deviasi pilihan politik sangat terbuka,” ujarnya, Minggu (17/5) di Jakarta.

Ia menyayangkan sikap politik PKS yang berubah dari mendukung SBY, berencana keluar dari SBY, hingga kembali ke SBY. Dampak sikap demikian, sambung Fajar, jelas akan mempengaruhi konstituen partai. “Mestinya bila menyangkut hal yang prinsipil, tidak mungkin berubah. Perubahan ini mengindikasikan power sharing yang lebih,” katanya.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia (CPI) Bima Arya Sugiarto juga menilai tidak solidnya dukungan terhadap SBY-Boediono di PKS dan PAN akan membuat bingung kader di bawah. “Ini bisa menghancurkan partai dan membuat kader bingung,” katanya.

Situasi mutakhir di tubuh PAN dan PKS sepertinya tak terlepas dari sikap elite masing-masing partai yang tak tegas dan jelas. Jika pun menyoal Boediono sebagai cawapres SBY yang dituduh sebagai antek paham ekonomi Neoliberal, kenapa mereka tidak tegas menolak dan pindah haluan dari awal? [P1]

PKS Terlalu Cepat Puas Diri

PKS diprediksi akan mengalami arus balik dalam Pemilu 2009. Meski di beberapa tempat PKS memenangi pilkada, bukan berarti suara parpol bernomor 8 ini akan terdongkrak tajam. PKS dianggap telah terlalu cepat puas dengan raihan politik selama ini.

Hal tersebut diungkapkan Konsultan politik dan SSR Kontras Aceh, Saiful Haq terhadap penilaian kinerja 4 parpol yakni Partai Demokrat, PKS, Partai Golkar dan PDI Perjuangan. Berikut petikan lengkap ulasan Saiful yang dikirimkan ke INILAH.COM:

Dalam hal konflik dan perdamaian, Golkar dan Demokrat melalui SBY dan JK sudah membuktikan sikap politik melalui perundingan damai Helsinki, terlebih lagi peran JK melalui rekonsiliasi damai Poso dan Ambon. Tapi sekali lagi ini sangat personal SBY dan JK, sikap partai belum tentu.

Partai Demokrat: Menurutku partai demokrat punya masa depan yang baik, hanya saja partai ini sangat bergantung dengan nilai jual SBY. Ketergantungan seperti ini tidak sehat bagi partai politik yang mau berumur panjang. SBY buru-buru mengumumkan kesediaannya dipilih kembali menunjukkan bahwa Demokrat tidak akan kuat bertarung di Pemilu tanpa SBY, dengan menyatakan kesediaannya, maka SBY yakin akan mendongkrak perolehan suara Partai Demokrat, sehingga kelak tidak lagi diganggu oleh Parlemen.

PDIP: partai besar dengan mesin politik yang besar, sayangnya harus deadlock ketika berdiskusi tentang calon presiden, padahal dibawahnya calon-calon muda potensial bertebaran. Ada dua faktor yang meberatkan PDIP. Pertama, faktor darah biru Soekarno yang selalui menghalangi proses regenerasi partai ini.

Kemungkinan beralihnya tampuk kepemimpinan ke Puan Maharani akan menjadi pertanyaan, berlanjutkah dinasti Soekarno atau malah dinasti Kiemas? Kedua, persoalan beban politik masa lalu, ketika PDIP memenangi Pemilu 1999 dan Megawati menjadi presiden menggantikan Gus Dur, di mata publik ini belum cukup sebagai investasi politik PDIP, bahkan cenderung negatif, sehingga memberatkan PDIP untuk mengulangnya di 2009.

Partai Golkar: Partai yang memproduksi banyak tokoh dan kader, mesin politik yang besar dan terbukti dinamis menyesuaikan diri dengan perubahan politik nasional. Persoalannya JK diyakini tidak mampu menyaingi popularitas SBY, dan celakanya JK dipaksakan untuk maju sebagai capres Golkar 2009. Memang belum final, tapi keberadaan partai lain spt Gerindra, Hanura dan lain-lain, bisa menyedot kantong-kantong suara, karena secara historis tokoh yang mendirikan partai-partai kecil ini juga pernah berafiliasi dengan Golkar.

Tapi untuk 2009, Golkar masih akan signifikan di parlemen. Penetapan capres yang hanya bisa diusulkan oleh partai dengan perolehan suara di atas 25% akan membawa partai ini menjadi partai yang paling diperhitungkan dalam penetapan capres, dan tentu saja dalam penentuan kabinet.

PKS: Partai ini sudah terlanjur maju dengan nuansa religius, tahun 2009 akan menjadi arus balik bagi apa yang telah dipanen PKS dalam berbagai Pilkada. Kemenangan PKS dalam beberapa pilkada tidak secara langsung membawa citra yang positif bagi partai, meski mengklaim partai yang bersih, namun itu tidak cukup. PKS nampaknya terlalu cepat berpuas diri sehingga mengendorkan pengorganisiran poltiknya.

Nampaknya PKS tidak berdaya di tengah perang iklan di media, celakanya iklan yang dikeluarkan menimbulkan polemik hebat di publik, dan cenderung negatif. Mungkin PKS berharap dengan membuat iklan akan bisa menjerat suara-suara yang berada diluar lingkaran pengorganisiran politik tradisionalnya, namun PKS lupa bahwa posisi dia berada sangat di tengah, bahkan terjepit, ketika mencoba modern dan demokrat, orang akan lebih memilih Golkar atau Demokrat.

Jika nasionalis tentu orang akan memilih PDIP atau Gerindra atau Hanura, religius apalagi ada PKB, PAN, PMB dll. Ketimbang bersusah payah meraih kantong suara baru, mending memantapkan kantong suara tradisionalnya, religius perkotaan.[L4]

Antara Pemilu 1955 dan Pemilu-pemilu Orde Baru

Luar biasa. Bahkan untuk ukuran saat ini, pemilihan umum tahun 1955 memang luar biasa. Tak punya pengalaman berdemokrasi, diikuti oleh 118 partai politik, organisasi, golongan dan perseorangan, serta dipayungi pula oleh pelbagai persaingan antar aliran politik, tapi toh hasilnya oke punya. Gesekan fisik alias konflik nyaris tak ada.

Para pakar takjub dengan pengalaman bangsa Indonesia kala itu. Nurcholis Madjid, rektor Universitas Paramadinamulya, menilai proses pelaksanaan pemilu 1955 itu berlangsung secara aman sehingga dapat dijadikan acuan (Kompas, 1 Juli 1998). Walau memang ada kekerasan politik, Deliar Noer dalam Islam, Pancasila dan Asas Tunggal (Jakarta: Yayasan Perkhidmatan, 1948)berkomentar, "... sebab musabab keberingasan itu tidak terletak pada asas partai yang berbeda, karena sejarah politik di negeri kita juga memperlihatkan ketenangan dan kedamaian pada pemilu 1955 ketika perbedaan asas partai lebih banyak terdapat."

Penilaian positif atas pelaksanaan pemilu 1955 juga diberikan oleh Dr. Alfian. Dalam "Pemilihan Umum dan Prospek Demokrasi di Indonesia," (dalam Demokrasi dan Proses Politik, Jakarta, LP3ES), ahli politik LIPI ini berpendapat, "dari segi pelaksanaannya, pemilu dapat dikatakan berjalan dengan bersih dan jujur, dan oleh karena itu suara yang diberikan anggota masyarakat mencerminkan aspirasi dan kehendak politik mereka.

Kesan apa yang kita berikan atas pemilu 1955 dari penilaian mereka di atas? Luar biasa. Mungkin bukan saja untuk ukuran saat itu, tapi juga jika diperbandingkan dengan praktek penyelenggaraan pemilu-pemilu Orde Baru.

Ada enam kali penyelenggaraan pemilu dibawah kekuasaan Orde Baru. Dan itu sudah cukup menunjukkan keberhasilan Orde Baru menjaga keberkalaan pemilu itu sendiri. Namun itu bukanlah hal penting, karena praktiknya pemilu-pemilu Orde Baru menghasilkan pola perimbangan antarkekuatan politik yang khas dan terjaga. Golkar selalu menjadi pemenang dengan perolehan suara mayoritas mutlak, ditengah-tengah tingginya tingkat partisipasi "mobilisasi" rakyat. Keberkalaan yang terjaga itu tidak dibarengi oleh peningkatan kualitas pemilu secara signifikan. Kemenangan demi kemenangan Golkar dicapai melalui praktek-praktek politik yang nyata-nyata tidak elegan dan tidak sehat.

Dengan setting penyelenggaraan pemilu macam itu tak aneh jika hampir di setiap kampanye diwarnai dengan bentrokan. Wajarlah pada akhirnya, jika praktek penyelenggaraan pemilu-pemilu Orde Baru digambarkan oleh seorang Indonesianis, William Liddle, dalam buku Pemilu-pemilu Orde Baru: Pasang Surut Kekuasaan Politik (Jakarta, 1992) sebagai berikut:

"Pemilu-pemilu Orde Baru bukanlah alat yang memadai untuk mengukur suara rakyat. Pemilu-peilu itu dilakukan melalui sebuah proses yang tersentralisasi pada tangan-tangan birokrasi. Tangan-tangan itu tidak hanya mengatur hampir seluruh proses pemiu, namun juga berkepentingan untuk merekayasa kemenangan bagi "partai milik pemerintah". Kompetisi ditekan seminimal mungkin, dan keragaman pandangan tidak memperoleh tempat yang memadai."

Jumat, 06 Maret 2009

Sejarah astronomi

Pada bagian awal sejarahnya, astronomi memerlukan hanya pengamatan dan ramalan gerakan benda di langit yang bisa dilihat dengan mata telanjang. Rigveda menunjuk kepada ke-27 rasi bintang yang dihubungkan dengan gerakan matahari dan juga ke-12 Zodiak pembagian langit. Yunani kuno membuatkan sumbangan penting sampai astronomi, di antara mereka definisi dari sistem magnitudo. Alkitab berisi sejumlah pernyataan atas posisi tanah di alam semesta dan sifat bintang dan planet, kebanyakan di antaranya puitis daripada harfiah; melihat Kosmologi Biblikal. Pada tahun 500 M, Aryabhata memberikan sistem matematis yang mengambil tanah untuk berputar atas porosnya dan mempertimbangkan gerakan planet dengan rasa hormat ke matahari.

Penelitian astronomi hampir berhenti selama abad pertengahan, kecuali penelitian astronom Arab. Pada akhir abad ke-9 astronom Muslim al-Farghani (Abu'l-Abbas Ahmad ibn Muhammad ibn Kathir al-Farghani) menulis secara ekstensif tentang gerakan benda langit. Karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin di abad ke-12. Pada akhir abad ke-10, observatorium yang sangat besar dibangun di dekat Teheran, Iran, oleh astronom al-Khujandi yang mengamati rentetan transit garis bujur Matahari, yang membolehkannya untuk menghitung sudut miring dari gerhana. Di Parsi, Umar Khayyām (Ghiyath al-Din Abu'l-Fath Umar ibn Ibrahim al-Nisaburi al-Khayyami) menyusun banyak tabel astronomis dan melakukan reformasi kalender yang lebih tepat daripada Kalender Julian dan mirip dengan Kalender Gregorian. Selama Renaisans Copernicus mengusulkan model heliosentris dari Tata Surya. Kerjanya dipertahankan, dikembangkan, dan diperbaiki oleh Galileo Galilei dan Johannes Kepler. Kepler adalah yang pertama untuk memikirkan sistem yang menggambarkan dengan benar detail gerakan planet dengan Matahari di pusat. Tetapi, Kepler tidak mengerti sebab di belakang hukum yang ia tulis. Hal itu kemudian diwariskan kepada Isaac Newton yang akhirnya dengan penemuan dinamika langit dan hukum gravitasinya dapat menerangkan gerakan planet.

Bintang adalah benda yang sangat jauh. Dengan munculnya spektroskop terbukti bahwa mereka mirip matahari kita sendiri, tetapi dengan berbagai temperatur, massa dan ukuran. Keberadaan galaksi kita, Bima Sakti, dan beberapa kelompok bintang terpisah hanya terbukti pada abad ke-20, serta keberadaan galaksi "eksternal", dan segera sesudahnya, perluasan Jagad Raya dilihat di resesi kebanyakan galaksi dari kita.

Kosmologi membuat kemajuan sangat besar selama abad ke-20, dengan model Ledakan Dahsyat yang didukung oleh pengamatan astronomi dan eksperimen fisika, seperti radiasi kosmik gelombang mikro latar belakang, Hukum Hubble dan Elemen Kosmologikal. Untuk sejarah astronomi yang lebih terperinci, lihat sejarah astronomi.