Senin, 18 Mei 2009

Sikapi SBY-Boediono, PKS-PAN Retak

Maju-mundurnya PKS dan PAN dalam penentuan koalisi dalam Pemilu Presiden 2009 jelas memberi efek tak kecil bagi kondisi internal dua partai politik Islam ini. Taruhannya pun tak sederhana, soliditas dan masa depan partai terancam.

Kegamangan paling vulgar dipertontonkan PKS dalam merepons capres-cawsapres SBY-Boediono. Kali pertama mendegar nama Boediono muncul sebagai cawapres SBY, reaksi PKS sangat keras. Mulai dari melontarkan tudingan bahwa Boediono tak merepresentasikan kekuatan Islam, hingga persoalan komunikasi politik SBY dengan mitra koalisi soal penunjukan Boediono.

Ancaman mundur dari koalisi Cikeas pun sempat terlontar. Tak sekadar ancaman, petinggi PKS pun melakukan pertemuan dengan sejumlah capres-cawapres pesaing SBY-Boediono. Pasangan JK-Wiranto dan Prabowo-Subianto ditemui elit PKS baik oleh jajaran pengurus partai hingga majelis syura yang menempati posisi terhormat di partai dakwah tersebut.

Namun, pemandangan mengejutkan publik saat deklarasi pasnagan SBY-Boediono di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Bandung, Jumat (15/5) malam. Presiden PKS Tifatul Sembiring tampak hadir di tengah-tengah partai pendukung SBY-Boediono. Kehadiran Tifatul yang mengisyaratkan dukungan PKS ini terjadi setelah diadakan pertemuan antara petinggi PKS dengan SBY di Bandung.

Namun, PKS sepertinya memiliki alasan untuk kembali mendukung SBY dalam Pilres mendatang, setelah mengancam untuk keluar dari koalisi. “Saya melihat Boediono bagus dan kompeten dalam bidang ekonomi. Saya rasa dia bisa membawa kita keluar dari krisis global,” kata Tifatul saat mengantar pendaftaran pasangan SBY-Boediono, Sabtu (16/5), di kantor KPU, Jakarta.

Sebelum kehadiran Presiden PKS, kader dan caleg PKS Deni Danuri justru turut serta dalam pendaftaran pasangan JK-Wiranto di KPU. Deni diikuti oleh kader parpol pendukung SBY-Boediono, seperti fungsionaris PPP Habil Marati dan pengurus PBB Ali Muchtar Ngabalin.

Sikap PAN setali tiga uang. Ketua MPP PAN M Amien Rais yang pada awalnya mengarahkan PAN berkoalisi dan mendukung SBY dengan menyodorkan Hatta Rajasa, namun berbalik arah saat pilihan cawapres SBY jatuh pada figur Boediono.

Dampaknya, Amien yang mulanya mendorong PAN mendukung SBY, kini berbalik arah. Setidaknya kemunculan kader PAN Drajad H Wibowo saat pendaftaran JK-Wiranto di KPU menjadi cukup bukti. “Saya diperintah Pak Amien sekaligus menghadiri undangan,” kata Drajad di KPU, Sabtu.

PAN sepertinya sedang memainkan peran politik dua kaki. Di kubu SBY-Boediono, PAN muncul dengan kehadiran Sekjen DPP PAN Zulkifli Hasan dalam deklsrasi SBY-Boedino maupun saat pendaftaran di KPU serta kabar ditekennya kontrak koalisi PAN-Demokrat, Sabtu (16/5) malam, oleh Ketua Umum DPP PAN Soetrisno Bachir.

Kondisi yang terjadi di tubuh PAN dan PKS dalam pandangan peneliti LP3ES Fajar Nursahid akan berdampak pada dukungan partai yang tak solid kepada pasangan SBY-Boediono. “Tidak ada satu pun partai dukungannya solid, karena kemungkinan deviasi pilihan politik sangat terbuka,” ujarnya, Minggu (17/5) di Jakarta.

Ia menyayangkan sikap politik PKS yang berubah dari mendukung SBY, berencana keluar dari SBY, hingga kembali ke SBY. Dampak sikap demikian, sambung Fajar, jelas akan mempengaruhi konstituen partai. “Mestinya bila menyangkut hal yang prinsipil, tidak mungkin berubah. Perubahan ini mengindikasikan power sharing yang lebih,” katanya.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia (CPI) Bima Arya Sugiarto juga menilai tidak solidnya dukungan terhadap SBY-Boediono di PKS dan PAN akan membuat bingung kader di bawah. “Ini bisa menghancurkan partai dan membuat kader bingung,” katanya.

Situasi mutakhir di tubuh PAN dan PKS sepertinya tak terlepas dari sikap elite masing-masing partai yang tak tegas dan jelas. Jika pun menyoal Boediono sebagai cawapres SBY yang dituduh sebagai antek paham ekonomi Neoliberal, kenapa mereka tidak tegas menolak dan pindah haluan dari awal? [P1]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar